PEMANFAATAN DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus) DALAM PEMBUATAN TAPE KETAN HITAM (Oryza sativa glutinosa)

 

LAPORAN PRAKTIKUM

“PEMANFAATAN DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus) DALAM PEMBUATAN TAPE KETAN HITAM (Oryza sativa glutinosa)

Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Mikrobiologi PSP Biologi yang diampu oleh

Ibu Prof. Dr. Dra. Supiana Dian Nurtjahyani, M.Kes.

 

 

 


 

 

Oleh :

FENDI ANDIANTO

NIM . 1120200001

 

 

 

 

UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE  TUBAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI

2021



BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces cereviceae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbondioksida. Selain  Saccharomyces cereviceae, dalam pembuatan tape ini terlibat pula mikroorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamydosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa). (Tim Dosen, 2013)

Tape mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis dan sedikit mengandung alkohol. Selama fermentasi, tape mengalami perubahan-perubahan biokimia akibat aktivitas mikroorganisme. Pada dasarnya, semua bahan pangan yang kaya akan karbohidrat dapat diolah menjadi tape. Berdasarkan bahan bakunya, dikenal beberapa jenis tape yaitu tape beras ketan hitam, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar dan tape sukun, akan tetapi dewasa ini yang paling populer adalah tape beras ketan hitam dan tape ketan (Buckle, 1985)

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi yang terjadi yaitu perubahan pati menjadi gula dan oleh ragi gula diubah menjadi alkohol sehingga ketan menjadi lunak, berair, manis dan berbau alkohol.

Reaksi:

2(C6H10O5)n + nH2O → n C12H22O11

Amilum/pati amilase maltosa

C12H22O11 + H2O → 2 C6H12O6

Maltosa maltase glukosa

C6H12O6 → 2 C2H5OH + CO2

Glukosa alcohol

(Anonima, 2009)

Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya.

Pengetahuan tentang mikrobia tidak dimulai sampai ditemukannya mikroskop pada pertengahan abad ke 16 oleh Antonie Van Leeuwenhoek. Ia merupakan orang pertama melihat fungi, bakteri dan protozoa melalui mikroskop yang dibuatnya. Akhir abad ke-19 merupakan saat ketika pertama kali ditemukannya peranan mikrobia terhadap lingkungan dan kedokteran. (Ali, 2005)

Mikrobiologi ialah telaah mengenai organisme hidup yang berukuran mikroskopis. Duni mikroorganisme terdiri dari lima kelompok organisme: bakteri, protozoa, virus serta algae dan cendawan mikroskopis. Dalam bidang mikrobiologi kita mempelajari banyak segi mengenai jasad-jasad renik ini, di mana adanya, ciri-cirinya, kekerabatan antara sesamanya seperti juga dengan kelompok organisme lainnya, pengendaliannya, dan peranannya dalam kesehatan serta kesejahteraan kita. Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa di antranya bermanfaat dan yang lain merugikan. (Michael, 2007)

Ragi tape adalah medium yang baik bagi jamur pemecah pati membentuk alkohol seperti Chlamudomucor oryzae, Mucor sp, Rhyzopus Oryzae, Hansenula sp, Saccharomyces cereviseae dan candida sp. Fermentasi yang terjadi yaitu perubahan pati menjadi gula dan oleh ragi gula diubah menjadi alkohol sehingga ketan menjadi lunak, berair, manis dan berbau alcohol. (Anonim, 2009)

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan: Bagaimana pemanfaatan daun waru (Hibiscus tiliaceus) sebagai sumber alami jamur Rhizopus sp sebagai agen mikrobiologi dalam pembuatan tapai  ketan hitam?

 

C.     Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk

1.    Memanfaatkan daun waru (Hibiscus tiliaceus) sebagai sumber alami jamur Rhizopus sp sebagai agen mikrobiologi dalam pembuatan tapai  ketan hitam

2.    Memberi informasi tentang cara pembuatan tapai  ketan hitam dengan menggunakan usar dari daun waru (Hibiscus tiliaceus)

 

 

 


 

BAB II

KAJIAN TEORI

 

A.     Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa)

Padi besera sekamnya disebut gabah. Beras adalah bulir padi yang telah terpisah dari sekamnya atau gabah yang terkelupas kulitnya. Beras biasanya berwarna putih. Beras ketan adalah salah satu bahan pangan di Asia Tenggara, biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat makanan dengan cara dikukus atau direbus. Tekstur lengket beras ketan disebabkan oleh mutasi genetik pada saat dimasak yang menyebabkan beras ketan kekurangan amylose, sejenis kanji yang dapat memisahkan satu butir beras dengan butir beras lainnya. Mengkonsumsi beras ketan juga bermanfaat untuk kesehatan kita karena beras ketan mengandung asupan mineral dan vitamin esensial seperti vitamin B5, selenium, dan mangan yang bertindak sebagai antioksidan dan untuk menjaga kesehatan metabolisme kita.

Berdasarkan penelitian analisis  kadar proksimat, aka berat ketan mengandung 16,24% air, 6,81% protein, 0,19% lemak, 0,24% kadar abu, 0,28% kadar serta, dan 76,24% kadar karbohidrat (Suriani, 2015). Pada beras ketan yang diproses dengan fermentasi dapat mengubah amilum menjadi alkohol dan dapat menambah citra rasa pada produk makanan (Nurhidayah et al., 2017).

 

B.     Daun Waru (Hibiscus tiliaceus)

Daun waru adalah salah satu tanaman herbal yang tumbuh subur di Indonesia dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif. Tahukah Anda apa saja manfaat daun waru untuk kesehatan dan bagaimana cara mengolahnya?Tanaman waru (Hibiscus tiliaceus) termasuk suku kapas-kapasan yang banyak digunakan sebagai pohon peneduh di tepi jalan karena akar pohon ini tidak merusak jalan dan bangunan sekitarnya. Tanaman yang bisa tumbuh hingga 15 meter ini juga dikenal dengan nama Dadap Laut atau Waru Laut pada daerah lain di Tanah Air.Waru adalah tumbuhan asli dari daerah tropis di Pasifik Barat. Namun, saat ini telah tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama, misalnya hau (Hawaii), purau (Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, maupun Coastal Cottonwood.Hampir semua bagian pohon waru dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi bahan bernilai ekonomis. Daun waru, misalnya, memiliki kandungan fitokimia yang berguna bagi kesehatan manusia.

Daun waru mengandung senyawa saponin dan flavonoid, serta setidaknya mengandung lima senyawa fenol. Selain itu, daun waru juga memiliki kadar alkaloida, asam amino, karbohidrat, asam organik, asam lemak, saponin, sesquiterpen dan sesquiterpen quinon, steroid, triterpen.Hibiscus tiliaceus L. memiliki nama daerah yang berbeda di Indonesia yaitu antara lain : baru, buluh, melanding (Sumatera), waru, waru laut, waru lengis (Jawa), balebirang, molowahu (Sulawesi), papatale, haaro (Malaku), kasyanaf, wakati (Irian Jaya). Nama asingnya disebut Tree Hibiscus. Pohon waru merupakan tanaman yang berbentuk pohon berjenis herbal yang mudah tumbuh di Indonesia. Pohon waru juga sebagai tanaman peneduh yang banyak tumbuh di tepi jalan, pematang sawah, dan sebagian di pematang pantai(Dalimartha, 2003).

Pohon waru memiliki ciri morfologi batang, daun, bunga, dan biji. Batang pohon waru memiliki ketinggian  5–15 m. Di tanah yang subur tumbuh lebih lurus dan dengan tajuk yang lebih sempit daripada di tanah gersang.  Daun bertangkai, bundar atau bundar telur bentuk jantung dengan tepi rata, garis tengah hingga 19 cm; bertulang daun menjari, sebagian tulang daun utama dengan kelenjar pada pangkalnya di sisi bawah daun; sisi bawah berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bundar telur memanjang, 2,5 cm, meninggalkan bekas berupa cincin di ujung ranting. Bunga berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 2–5 kuntum. Daun kelopak tambahan bertaju 8–11, lebih dari separohnya berlekatan. Kelopak sepanjang 2,5 cm, bercangap 5. Daun mahkota bentuk kipas, berkuku pendek dan lebar, 5–7,5 cm, kuning, jingga, dan akhirnya kemerah-merahan, dengan noda ungu pada pangkalnya. Buah kotak bentuk telur, berparuh pendek, beruang 5 tak sempurna, membuka dengan 5 katup. Bijinya kecil, dan berwarna coklat muda. Akar waru berbentuk tunggang dan berwarna putih kekuningan.

Gambar. Daun waru

Tanaman waru merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Klasifikasi lengkap tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angispermae

Kelas : Dicotyledone

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus tiliaceus

 Crisnanto, E. (n.d.).

 

 

C.     Fermentasi

Fermentasi merupakan proses metabolik yang dapat menghasilkan perubahan kimia pada substrat organik akibat dari aktivitas enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroba dalam keadaan anaerob (Azmi et al., 2010). Daun waru merupakan sumber mikoflora, yakni di permukan daun bagian bawah mengandung trikom yang sebagai perangkap bagi jamur Rizopus sp. Sehingga pada daun waru ditemukan laru atau usar Pada tahap isolasi dan identifikasi kapang, diketahui bahwa jenis kapang yang terdapat pada permukaan usar adalah Rhizopus sp. Pemilihan substrat terbaik menunjukkan substrat terbaik yang merupakan campuran beras:onggok dengan rasio 1:3. Jumlah spora awal yang diinokulasikan adalah sebesar 106 per 10 gram substrat. Scaling up ke tingkat 500 gram menunjukkan bahwa lama pengeringan optimum untuk laru adalah selama 48 jam (Azizah, 2007).

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

 

A.     Alat Dan Bahan

1.    Alat

ü Alat masak (kompor, dhandhang, sendok nasi)

ü Baskom

2.    Bahan

ü Beras ketan hitam (250 gr)

ü Air

ü Daun waru

ü Daun pisang

ü Penusuk kayu (bithing)

 

B.     Langkah Kerja Praktikum

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah:

1.    mencuci bersih beras ketan hitam

2.    merendam  beras ketan hitam dengan air dalam baskom selama 5-6 jam

3.    meniriskan beras ketan hitam lalu kukus dalam penanak nasi kurang lebih 15 menit

4.      memindahkan beras ketan hitam ke dalam baskom dan siram dengan sedikit air suhu ruang (250 ml) lalu aduk rata.

5.      memasukkan kembali beras ketan ke dalam penanak nasi dan kukus lagi selama 15 menit

6.    mendinginkan beras ketan hitam yang sudah dimasak dengan cara di angin angin di ruang terbuka sampai benar benar dingin.

 

7.    memilih daun waru yang di bawah permukaannya banyak trikom yang mengandung mikoflora (jamur alami).

Permukaan bagian bawah

8.    menyiapkan daun waru untuk membungkus ketan hitam yang telah di dinginkan. Daun waru yang digunakan adalah daun waru pada bagian ujung cabang dan daun waru pada bagian pangkal cabang.

Ujung cabang

Pangkal  cabang

 

9.    membungkus ketan hitam yang telah dimasak menggunakan daun waru.

 

 

 

10.               menyimpan ketan hitam yang sudah dibungkus daun waru ke dalam wadah, simpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung selama 4 hari.

11.               Melakukan pengamatan sifat fisik organoleptic tapai ketan setelah 4 hari masa fermentasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

 

A.  Hasil Praktikum

Dari kegiatan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil pengamatan setelah 4 hari masa fermentasi adalah sebagai berikut:

No

Jenis daun waru

Sifat tapai yang dihasilkan

Gambar

1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ujung  daun dan pangkal cabang

Tekstur:

Lembek dan kenyal +

Berair +

 

Aroma:

Khas fermentasi tapai  ada aroma harum dan beralkohol +

 

Warna:

Putih kekuningan

 

Rasa:

Kecut (+) manis (-) getir (+)

 

Lain-lain:

Tapai terlihat ada warna putih semacam miselium jamur yang muncul pada daun waru dan juga ada warna kuning.

 

Ketan putih lengket/ menempel pada daun waru (terikat oleh sejenis miselium jamur)

U1

 

 





U2

 

U3

 

B.   Pembahasan

Sebelum fermentasi, beras ketan masih berbentuk seperti beras pada umumnya. Namun, setelah mengalami fermentasi beras ketan tersebut mengalami perubahan bentuk dan menghasilkan air yang mengandung alcohol serta menimbulkan rasa asam dan manis. Kondisi tersebut disebabkan karena pada beras ketan diberikan ragi yang merupakan mikroorganisme yang berfungsi mengubah glukosa menjadi alcohol dan menghasilkan air.

Sebelum dikukus ketan direndam 12 jam untuk menambah massa ketan supaya tidak terlalu keras. Oleh karena itu, pada saat sesudah fermentasi, ketan menjadi lunak. Ketan tidak boleh terkena air jika sudah diberi ragi karena akan mematikan ragi (bakteri) sehingga proses fermentasi tidak berjalan sempurna. Ketan juga harus diletakkan/ disimpan didalam tempat yang kedap udara. Karena jika terkena oksigen, proses fermentasi juga akan gagal.

Ketan yang merupakan karbohidrat diubah oleh ragi menjadi alcohol dan air. Dengan adanya alcohol, tape ketan bersifat manis dan agak asam. Tape membutuhkan amilosa, amilum dan karbohidrat kompleks, derajat keasaman (pH 5-6), dan suhu yang tepat dan kadar air. Karena fermentasi maka ketan, beras dibutuhkan kadar air yang cukup untuk ragi agar bisa hidup. Oleh karena itu, beras ketan harus dikukus. Banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan jumlah beras ketan. Bila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan menyebabkan rasa tape menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan tape yang terbentuk tidak manis dan terasa keras. Takaran ragi yang tepat biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman. Kualitas tape yang baik turut ditentukan oleh jenis ragi yang digunakan dan asal ragi tersebut.

Tape ketan jika diletakkan dalam keadaan suhu kamar hanya bertahan 2 hari. Jika lebih dari 2 hari maka kadar alcohol dalam tape tersebut akan bertambah. Semakin banyak kadar alcohol, maka tape akan berubah menjadi khamar. Dan yang kita tahu khamar itu haram. Hal ini sudah terbukti dari jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada tahun 2001. Di jurnal tersebut diberitakan bahwa kadar etanol (%) pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%.. Namun, jika tape diletakkan didalam kulkas akan meghambat kerja bakteri karena bakteri tidak dapet bekerja pada suhu rendah dan pada suhu terlalu tinggi. Oleh karena itu, tape yang diletakkan didalam kulkas lebih tahan lama daripada yang diltekkan didalam keadaan suhu kamar. Kegagalan dalam pembuatan tape dapat dipengaruhi beberapa factor, yaitu kurang sterilnya tempat pembuatan, pembuat terlalu banyak bicara, pembuat tidak boleh dalam keadaan haid, terlalu banyak member ragi, jenis ragi kurang tepat dan lain-lain

Percobaan yang ketiga pada praktikum pengantar bioteknologi adalah unit pembuatan tape. Bahan baku atau bahan dasar dari pembuatan tape adalah beras ketan, selain dari beras ketan bahan yang bisa digunakan adalah ubi kayu. Dalam pembuatan tape berlangsung proses fermentasi yang memerlukan jasa mikorganisma. Setidaknya terlibat beberapa mikroorganisme dalam proses fermentasi dalam pembuatan tape yaitu mikrobia perombak pati menjadi gula yang menjadikan tape pada awal fermentasi terasa manis. Mikrobia yang dianggap penting dalam proses fermentasi tape adalah Endomycopsis fibuliger dan beberapa jamur dalam jumlah kecil. Adanya gula menyebabkan mikrorganisme yang menggunakan sumber karbon gula dapat tumbuh dan menghasilkan alkohol. Yang termasuk dalam kelompok mikroorganisme yang menggunakan sumber karbon gula adalah Saccharomyces dan Cabdida yang menyebabkan tape berubah menjadi alkoholik. Adanya alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat dan menyebakan rasa masam pada tape yang diproduksi

Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang bisa penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian ini, diantaranya adalah:

1.      pemilihan daun yang tepat akan menentukan keberhasilan fermentasi tapai ketan

2.      waktu fermentasi  dengan menggunakan jamur alami rhizopus sp di daun waru memerlukan waktu yang lebih lama daripada tapai dengan ragi sintesis

3.      dalam proses pembungkusan diupayakan seluruh ketan tertutup oleh daun, bisa digunakan lebih dari 1 daun waru untuk membungkus satu kemasan tapai

4.      dalam penyimpanan selama masa fermentasi hendaknya di tempat yang tertutup, dan dari pengalaman praktikum ini kemasan tapai  yang dalam penyimpanannya wadahnya ditutup dengan daun waru akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak dan berair.

 

 

BAB V

KESIMPULAN

 

A.     Kesimpulan

a.    Daun waru (Hibiscus tiliaceus) dapat dimanfaatkan menjadi sumber alami jamur Rhizopus sp sebagai agen mikrobiologi sebagai pembungkus proses pembuatan tapai  ketan hitam

b.    Tapai ketan putih dengan jamur alami dari daun waru memiliki ciri sifat organoleptic seperti teksturnya lembek dan berair, memiliki aroma khas tapainya (aroma alcohol) , berwarna putih kekuningan, dan adanya sifat lain pada tapai seperti lengket pada daun dan munculnya miselium pada bagian ketan yang menempel di daun.

 

B.     Saran

Untuk mendorong keberhasilan dalam proses pembuatan tapai yang menggunakan mikoflora pada daun waru, maka perlu diperhatikan bagi peneliti adalah memilih kandungan mikoflora daun yang banyak pada permukaan bawah daun waru dan menjaga sterilisasi daun waru, dan memastikan pembungkus daun waru tidak bocor.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Auliana, R. (2001). Gizi & Pengolahan Pangan. Yogyakarta. AdiCita Karya Nusa.

Azizah. (2007). Formulasi laru tempe terstandar dari isolat usar daun waru. 90 halaman.

Azmi, A. S., Ngoh, G. C., Mel, M., & Hasan, M. (2010). Ragi tapai and Saccharomyces cerevisiae as potential coculture in viscous fermentation medium for ethanol production. African Journal of Biotechnology, 9(9), 1374–1381. https://doi.org/10.5897/AJB10.933

Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Puspa Swara.

Fahmina. (2012). Tape Ketan Kuningan: Panganan Rakyat Hingga Usaha Kuliner Menjanjikan. 28 November 2012.

Hidayat, N., C. Pandaga, M., & Suhartini, S. (2006). Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI.

Nurhidayah, B. M., Ariami, P., & Zaetun, S. (2017). Identifikasi Kapang Khamir pada Penyimpanan tape ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa) dengan Penambahan Air Perasan Daun Katuk (Sauropus androgynus). Jurnal Analis Biosains, 4(1), 6.

Putra, D. T. B. (2011). Pengaruh suplementasi daun waru (Hibuscus tiliceus L) terhadap karakteristik fermentasi dan populasi protozoa rumen secara in vitro. In Biology: Vol. Bachelor.

Supandi, L., & Setiawan, D. A. (2019). Pemanfaatan Daun Waru (Hibiscus tiliance L) Sebagai Bahan Baku Deterjen. Sainteks: Jurnal Sains Dan Teknik, 1(1), 17–28. https://doi.org/10.37577/sainteks.v1i1.107

Suriani. (2015). Analisis Proksimat Pada Beras Ketan Varietas Putih ((Oryza sativa glutinosa). Al-Kimia, 3(1), 81–91. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al-kimia/article/view/1663

 

 

 

Posting Komentar untuk "PEMANFAATAN DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus) DALAM PEMBUATAN TAPE KETAN HITAM (Oryza sativa glutinosa) "